Di Atas Langit Masih Ada Langit
Tak Ada Yang Sempurna
Oleh: Linda P
"Minggir …! Minggir, kalian semua!" teriak Raya di antara para siswi yang tengah berkumpul di depan mading.
Seperti biasa, semua anak menuruti perintahnya. Satu persatu mereka meninggalkan tempat itu.
Namun, ada satu siswi berhijab panjang tetap berdiri dengan tenang membaca info. Raya si cewek
modis dan populer di sekolahan itu, mulai geram. Dirinya melangkah lebih dekat ke gadis berhijab putih
itu. Sorot matanya terlempar tajam pada kertas yang menggantung di mading, kemudian beralih ke
wajah gadis di hadapannya.
"Enggak ngaca, lo, liatin info kaya ginian?" seru Raya, setelah mengambil kertas itu dari mading.
"Maksud kamu, apa? Info ini, kan, buat semua siswi, termasuk …."
"Enggak termasuk, lo!" sahut Raya cepat, "ngaca, dong, lo …! Liat, tampang lo, tuh, kaya apa?" lanjutnya membuang muka, dibarengi gerakan bola matanya.
"Tapi …, di kertas itu tertulis, bebas, tidak ada syarat seperti itu," jawab gadis berwajah oval itu polos.
"Hmmm, emang, ya, orang udik susah kalau diomongin. Denger ya, dua tahun berturut-turut,
pemenangnya itu gue, jadi mundur aja deh, lo. Daripada lo malu, karena kalah. Hee …! Udah ah, minggir sana! Males gue ngomong lama-lama sama lo, bisa luntur bedak gue." Raya mengibas gadis itu dengan tangannya, dan berlalu pergi.
Gadis itu terus memandang Raya sampai tubuhnya hilang di tikungan. Hatinya diselimuti rasa heran.
Entahlah …. Kenapa ada anak seperti itu, selalu merendahkan orang lain. Apalagi pada gadis
berkerudung panjang.
"Bin …!"
Cewek berhijab itu menoleh ke arah suara itu, dan melupakan lamunannya. Seorang cewek
berkacamata hitam berlari menghampirinya.
"Ternyata lo ada di sini," ucap Aila saat sampai di hadapan sahabatnya, "gua pusing nyariin lo, tau
enggak?" Dia berusaha mengatur napas yang terengah-enggah.
"Hehe, kenapa? Penting amat, kayanya."
"Hmmm, itu Bin, lo katanya …."
Belum juga selesai bicara, bel tanda masuk kelas berbunyi. Terpaksa Aila menyimpan ceritanya, karena
mereka harus berlari menuju kelas yang lumayan jauh dari papan mading berada.
********
Dua hari kemudian ….
Hari itu tiba. Seluruh siswa berkumpul di aula sekolah untuk menyaksikan pemilihan Ratu Sekolah yang
diadakan tiap tahun. Riuh sorak siswa memenuhi ruangan itu.
Sementara di ruang tunggu, Binti yang terbalut dengan gamis pink terlihat begitu tenang. Namun, tidak
dengan Aila sabahatnya. Wajahnya tampak gusar. Mondar-mandir seperti setrikaan, dan selalu
mengucapkan kata sama.
"Lo yakin Bin, ikutan acara ini? Liat tuh, mereka yang cantik-cantik aja, pada keliatan grogi semua."
"Hmmm …." Binti menatap tajam Aila.
"Upz, maksud gue, loe juga cantik, tapi … tapi, kan, kamu beda," ujad Aila sedikit ragu.
"Lagian apa salahnya? Yang terpentingkan bagaimana pengetahuan kita nanti, dalam menjawab soal
yang diajukan para juri," jawab Binti, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedari tadi
dibacanya.
Melihat sikap Binti, Aila tak lagi dapat berkomentar, pasrah, dan menanti giliran sahabatnya dipanggil ke
atas panggung. Lima menit kemudian, terdengar nama Binti dipanggil.
"Bin, nama loe, Bin!" ujar Aila penuh ekspresi.
Binti tersenyum,"Doain, ya," jawannya memegang pundak sahabatnya.
******
"Aila …!" Binti berlari merangkul sahabat kecilnya.
"Bin, lega banget gue rasanya. Loe hebat Bin, loe bisa jawab semua pertanyaan juri. Terus, tadi gue liat,
orang-orang pada tepuk tangan gitu, liat lo."
Sementara di atas panggung, kejanggalan mulai terjadi. Saat sang MC memanggil nama pemenang tetap
selama dua tahun terakhir, Raya Cantika. Bukan sosok cantik, dengan gaun yang anggun seperti
bayangan para siswa, justru seorang lelaki paruh baya dengan seragam sopir, naik ke atas panggung. Dia
berjalan mendekati MC, dan terlihat memberikan kaset CD. Tak menunggu lama, kaset pun diputar.
Terlihat sesosok gadis cantik berusia 17 tahun, tergeletak lemas di ranjang Rumah Sakit. Jarum infus
terpasang di pergelangan tangannya, dan kaki serta kepala terbalut perban. Raya menjadi salah satu
korban kecelakaan lalu lintas malam lalu.
Suasana menjadi hening. Beberapa di antara mereka menitikan air mata.
*******
Kini tiba saat yang dinantikan. Pengumuman pemenang kontes Ratu Sekolah 2016. Suasan yang tadinya
penuh haru berubah tegang. Dua puluh peserta, menanti penuh harap di ruang tunggu.
"Dan … pemenangnya ada … lah … Ra … ni …! Siswa Sebelas Bahasa!"
Semua orang terkejut, termasuk Rani sendiri yang termasuk murid baru di sekolahan itu. Rani yang saat
itu mengenakan adat jawa, menaiki panggung diiringi tepuk tangan meriah dari semua yang hadir.
Senyum bahagia tampak jelas di wajahnya.
Hong Kong, 250516
Jangan lupa juga baca
1. Tangan Untuk Bapak (Guru)
Oleh: Linda P
"Minggir …! Minggir, kalian semua!" teriak Raya di antara para siswi yang tengah berkumpul di depan mading.
Seperti biasa, semua anak menuruti perintahnya. Satu persatu mereka meninggalkan tempat itu.
Namun, ada satu siswi berhijab panjang tetap berdiri dengan tenang membaca info. Raya si cewek
modis dan populer di sekolahan itu, mulai geram. Dirinya melangkah lebih dekat ke gadis berhijab putih
itu. Sorot matanya terlempar tajam pada kertas yang menggantung di mading, kemudian beralih ke
wajah gadis di hadapannya.
"Enggak ngaca, lo, liatin info kaya ginian?" seru Raya, setelah mengambil kertas itu dari mading.
"Maksud kamu, apa? Info ini, kan, buat semua siswi, termasuk …."
"Enggak termasuk, lo!" sahut Raya cepat, "ngaca, dong, lo …! Liat, tampang lo, tuh, kaya apa?" lanjutnya membuang muka, dibarengi gerakan bola matanya.
"Tapi …, di kertas itu tertulis, bebas, tidak ada syarat seperti itu," jawab gadis berwajah oval itu polos.
"Hmmm, emang, ya, orang udik susah kalau diomongin. Denger ya, dua tahun berturut-turut,
pemenangnya itu gue, jadi mundur aja deh, lo. Daripada lo malu, karena kalah. Hee …! Udah ah, minggir sana! Males gue ngomong lama-lama sama lo, bisa luntur bedak gue." Raya mengibas gadis itu dengan tangannya, dan berlalu pergi.
Gadis itu terus memandang Raya sampai tubuhnya hilang di tikungan. Hatinya diselimuti rasa heran.
Entahlah …. Kenapa ada anak seperti itu, selalu merendahkan orang lain. Apalagi pada gadis
berkerudung panjang.
"Bin …!"
Cewek berhijab itu menoleh ke arah suara itu, dan melupakan lamunannya. Seorang cewek
berkacamata hitam berlari menghampirinya.
"Ternyata lo ada di sini," ucap Aila saat sampai di hadapan sahabatnya, "gua pusing nyariin lo, tau
enggak?" Dia berusaha mengatur napas yang terengah-enggah.
"Hehe, kenapa? Penting amat, kayanya."
"Hmmm, itu Bin, lo katanya …."
Belum juga selesai bicara, bel tanda masuk kelas berbunyi. Terpaksa Aila menyimpan ceritanya, karena
mereka harus berlari menuju kelas yang lumayan jauh dari papan mading berada.
********
Dua hari kemudian ….
Hari itu tiba. Seluruh siswa berkumpul di aula sekolah untuk menyaksikan pemilihan Ratu Sekolah yang
diadakan tiap tahun. Riuh sorak siswa memenuhi ruangan itu.
Sementara di ruang tunggu, Binti yang terbalut dengan gamis pink terlihat begitu tenang. Namun, tidak
dengan Aila sabahatnya. Wajahnya tampak gusar. Mondar-mandir seperti setrikaan, dan selalu
mengucapkan kata sama.
"Lo yakin Bin, ikutan acara ini? Liat tuh, mereka yang cantik-cantik aja, pada keliatan grogi semua."
"Hmmm …." Binti menatap tajam Aila.
"Upz, maksud gue, loe juga cantik, tapi … tapi, kan, kamu beda," ujad Aila sedikit ragu.
"Lagian apa salahnya? Yang terpentingkan bagaimana pengetahuan kita nanti, dalam menjawab soal
yang diajukan para juri," jawab Binti, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedari tadi
dibacanya.
Melihat sikap Binti, Aila tak lagi dapat berkomentar, pasrah, dan menanti giliran sahabatnya dipanggil ke
atas panggung. Lima menit kemudian, terdengar nama Binti dipanggil.
"Bin, nama loe, Bin!" ujar Aila penuh ekspresi.
Binti tersenyum,"Doain, ya," jawannya memegang pundak sahabatnya.
******
"Aila …!" Binti berlari merangkul sahabat kecilnya.
"Bin, lega banget gue rasanya. Loe hebat Bin, loe bisa jawab semua pertanyaan juri. Terus, tadi gue liat,
orang-orang pada tepuk tangan gitu, liat lo."
Sementara di atas panggung, kejanggalan mulai terjadi. Saat sang MC memanggil nama pemenang tetap
selama dua tahun terakhir, Raya Cantika. Bukan sosok cantik, dengan gaun yang anggun seperti
bayangan para siswa, justru seorang lelaki paruh baya dengan seragam sopir, naik ke atas panggung. Dia
berjalan mendekati MC, dan terlihat memberikan kaset CD. Tak menunggu lama, kaset pun diputar.
Terlihat sesosok gadis cantik berusia 17 tahun, tergeletak lemas di ranjang Rumah Sakit. Jarum infus
terpasang di pergelangan tangannya, dan kaki serta kepala terbalut perban. Raya menjadi salah satu
korban kecelakaan lalu lintas malam lalu.
Suasana menjadi hening. Beberapa di antara mereka menitikan air mata.
*******
Kini tiba saat yang dinantikan. Pengumuman pemenang kontes Ratu Sekolah 2016. Suasan yang tadinya
penuh haru berubah tegang. Dua puluh peserta, menanti penuh harap di ruang tunggu.
"Dan … pemenangnya ada … lah … Ra … ni …! Siswa Sebelas Bahasa!"
Semua orang terkejut, termasuk Rani sendiri yang termasuk murid baru di sekolahan itu. Rani yang saat
itu mengenakan adat jawa, menaiki panggung diiringi tepuk tangan meriah dari semua yang hadir.
Senyum bahagia tampak jelas di wajahnya.
Hong Kong, 250516
Jangan lupa juga baca
1. Tangan Untuk Bapak (Guru)
Komentar
Posting Komentar